Tulisan Ini Diikutsertakan untuk Lomba #suratuntukruth novel Bernard Batubara
Solo,01 April 2014
Teruntuk : Oppa...
Yang selalu di hatiku...
Unyilku... (masih ingatkah dengan
panggilan khususku untukmu karena lucunya dirimu? J )...
Apakah engkau masih mengingatku?
Mengingat bintang yang akan selalu menemanimu
bersinar di langit malam?
Aku menata hatiku sejenak sebelum aku
menuliskan sepucuk surat ini untukmu. Menata perasaan yang memuncak dan ingin sekali
berjumpa denganmu...
Langit malam nampak begitu mendung
ketika aku tengah menuliskan surat ini untukmu. Hujan baru saja berhenti
setelah seharian Solo diguyur hujan. Apakah suasana di Jogja juga sama?
Bagimanakah kabarmu di Jogja? Apakah
kamu disana baik-baik saja? Sehat?
Kabarku disini baik dan sehat. Aku
masih tetap disini dan menunggu kehadiranmu kembali. Menunggu bulan yang akan
muncul ketika hujan turun dengan deras. Terlihat tidak mungkin bukan jika bulan
akan muncul ketika hujan deras? Tapi aku akan terus menunggu dan menunggu
sampai bulan itu muncul.
Unyilku...
Entah kenapa, perasaanku saat ini masih
tetap sama seperti empat tahun yang lalu ketika engkau mengutarakan perasaanmu
padaku... bahkan semakin bersemi.
Perasaan yang tidak bisa hilang setelah
aku memutuskan untuk mengakhiri semuanya di tiga tahun yang lalu.
Sungguh aku ingin melupakanmu, ingin
membuang semua memory ini tentangmu...
Tapi... aku tak mampu. Bayanganmu
selalu saja hadir dan aku tak bisa untuk mengusirnya.
Unyilku...
Apakah engkau masih mempunyai perasaan
yang sama seperti dulu?
Perasaan yang ada di dalam hatimu dan
engkau mengatakan perasaan itu nggak akan pernah hilang selamanya karena akulah
belahan jiwamu? Dan kau juga mengatakan akulah orang yang ditakdirkan sebagai
penyempurna hidupmu?
Apakah perasaanmu saat ini masih sama
seperti tiga tahun yang lalu sebelum aku mengatakan kita harus berakhir dan ENDING?
Unyilku...
Maafkan karena kesalahanku. Aku yang
pemarah dan cemburu butaku membuatku harus mengatakan ending. Kau tahu...
sejujurnya aku kecewa mengucapkan kata itu padamu. Sangat kecewa. Tapi nasi
sudah manjadi bubur. Aku harus move on dan bahkan harus mengubur kenangan indah
kita. Tapi...aku tak bisa...
Unyilku...
Apakah engkau tak ingin mengetahui
bagaimana kabar hatiku? Bagaimana perasaanku? Meskipun kamu tak ingin tahu, aku
tetap akan menceritakannya padamu. Setelah kejadian Oktober 2011, sampai
sekarang ini hatiku masih tertutup rapat. Belum ada yang mampu membuka hatiku
kembali. Belum ada yang mampu menjadi bulanku. Entah kenapa begitu sulit untuk
menempatkan orang lain dihatiku. Padahal, mereka sangat berharap aku bisa
membalasnya dan aku bisa menempatkan mereka di ruang hatiku yang kosong... gelap...
dan sangat pengap. Mereka berusaha untuk mewarnai hatiku dan membuatku bahagia.
Namun, lagi – lagi hati ini menolaknya. Entah sudah berapa lama namamu
terpenjara di dalam selku.
Unyilku...
Bagaimanakah dengan dirimu? Apakah
engkau masih tetap menyukaiku? Apakah engkau masih setia? Masih setia dengan
semua yang engkau ucapkan? Setia akan selalu menempatkanku di dalam lubuk
hatimu yang terdalam. Setia menjadikanku belahan jiwamu? Setia menjaga hatimu
untukku?
Apakah engkau juga akan memenuhi
janjimu? Janji untuk menemuiku dan mengajakku menempuh hidup baru?
Unyilll....
Tahukah kamu, aku saat ini tersiksa...
tersiksa dengan perasaanku. Apakah aku boleh memintamu untuk menjadi kekasihku
kembali?
Kupandang langit malam yang mendung
disana. Seperti itukah hatiku saat ini? Mendung. Tanpa bulan dan bintang yang
menghiasi.
Aku jadi teringat memory masa lalu kita
di bawah langit dan sinar bulan yang terang,
Ketika jari kelingking kita bersatu
untuk setia selamanya...
Ketika engkau memegang erat kedua
tanganku dan mengatakan gejolak hatimu...
Ketika engkau mengatakan siap untuk
menjadi bulan dan akan selalu menyinariku...
Ketika engkau mengatakan akulah bintang
yang akan menemani sang bulan menyinari langit malam...
Ketika engkau memasngkan cincin di jari
kelingkingku...
Dan... ketika aku mencium pipi kananmu
untuk yang pertama kali...
Ah.... memory itu....!!!
Aku tak sanggup menahan air mata lagi.
Tangisku kembali pecah dan rasa sesak memenuhi rongga hatiku. Rengkuhlah aku
dan usap airmataku...
Unyilku...
Bisakah engkau menjemputku kembali?
Menjemputku kembali untuk menemanimu
lagi?
Menjemputku kembali untuk menautkan
jari kelingking?
Menjemputku kembali lalu kita akan
bergandengn tangan dengan erat dan tersenyum kepada dunia?
Bisakah engkau menjemputku kembali dan
aku bisa menjatuhkan diri di pelukanmu?
Bisakah???!!!
Unyilku...
U
always in my heart...
Always...always...and
always to be My Moon.
Salam,
Bintang
yang akan tetap menunggu sang buLan